Ekonesia Market – Makhluk astral seperti tuyul dan babi ngepet, dipercaya sebagian masyarakat sebagai "alat" untuk mencuri uang, terutama dari rumah ke rumah. Namun, muncul pertanyaan menggelitik: mengapa mereka tidak pernah mencoba menguras isi bank?
Jawaban mistis mungkin beragam, tetapi penjelasan logisnya berakar pada sejarah dan kecemburuan sosial. Pada era liberalisasi ekonomi 1870, terjadi pengambilalihan perkebunan rakyat menjadi perkebunan besar dan pabrik gula. Kondisi ini memicu kemiskinan di kalangan petani kecil di Jawa, yang kehilangan kuasa atas lahan.

Di sisi lain, muncul pedagang kaya baru yang kekayaannya melonjak pesat. Para petani yang bingung dan iri, karena tidak melihat proses kerja keras yang nyata, mulai mencurigai asal-usul kekayaan tersebut. Kecurigaan ini berkembang menjadi keyakinan mistis bahwa orang kaya bekerja sama dengan makhluk supranatural seperti tuyul dan babi ngepet.
Tuduhan ini membuat para pedagang dan pengusaha sukses kehilangan status sosialnya. Mereka dianggap hina karena memupuk kekayaan dengan cara haram, yaitu bersekutu dengan setan. Tuduhan tak berdasar inilah yang memopulerkan tokoh tuyul dan babi ngepet sebagai subjek mistis terkait kekayaan, yang terus bertahan hingga kini.
Fenomena tuyul bahkan menarik perhatian antropolog Clifford Geertz, yang mengamati bahwa ada orang yang memelihara tuyul melalui perjanjian dengan roh di tempat-tempat keramat. Ciri-ciri pemelihara tuyul antara lain kaya mendadak, kikir, berpakaian bekas, mandi bersama kuli miskin, dan makan makanan sederhana. Tujuannya adalah mengelabui orang agar dianggap tidak punya uang, padahal menyimpan banyak emas di rumah.
Namun, karena tuyul dan babi ngepet hanya sebatas kepercayaan, sulit untuk dikaitkan dengan fakta, apalagi mencuri di bank. Penjelasan ini lebih merupakan cerminan dari dinamika sosial dan ekonomi masa lalu, yang diwarnai kecemburuan dan keyakinan mistis.
Tinggalkan komentar