Ekonesia – Vanili, si "emas hijau" Indonesia, menyimpan potensi tersembunyi yang siap mengguncang pasar global. Lebih dari sekadar rempah, vanili adalah kunci cita rasa otentik yang dicari industri makanan, minuman, kosmetik, hingga farmasi.
Indonesia, sebagai produsen vanili terbesar kedua di dunia, memiliki ladang vanili subur membentang dari Bali hingga Nusa Tenggara Timur. Namun, mengapa aroma vanili Indonesia belum sepenuhnya "mengharumkan" panggung dunia?
Permintaan global akan vanili alami terus meroket, dipicu kesadaran konsumen terhadap produk organik. Pasar vanili dunia diprediksi mencapai 1,2 miliar dolar AS pada 2025, dan pasar Indonesia diperkirakan tumbuh pesat hingga 33,29 juta dolar AS pada 2032.
Sayangnya, kontribusi ekspor vanili Indonesia masih tertinggal. Pada 2022, ekspor vanili Indonesia hanya mencapai 28,7 juta dolar AS, berada di urutan keenam dunia. Padahal, cita rasa vanili Indonesia yang unik, berani, dan kaya vanilin sangat digemari dalam industri cokelat dan parfum premium.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan penurunan ekspor vanili kering dari 90 juta dolar AS pada 2017 menjadi 15,2 juta dolar AS pada 2023. Amerika Serikat masih menjadi pasar utama, diikuti Singapura, Belanda, dan negara lainnya.
Lalu, apa yang menghalangi vanili Indonesia untuk benar-benar mendunia? Jawabannya terletak pada pemberdayaan petani, pelatihan teknologi sederhana, dan dukungan kelembagaan yang kuat. Tanpa itu, vanili Indonesia hanya akan harum di kebun, tanpa mengharumkan nama bangsa di pasar dunia.
Tinggalkan komentar