Ekonesia Ekonomi – Jakarta – Singkong, komoditas yang akrab di lidah masyarakat Indonesia, kini menghadapi tantangan klasik: harga yang dianggap rendah oleh petani dan kualitas pati yang belum memenuhi standar industri. Solusi tengah yang muncul adalah modernisasi sektor singkong secara menyeluruh.
Indonesia, dengan tanahnya yang subur, memiliki sejarah panjang dalam memanfaatkan singkong sebagai sumber pangan, pakan ternak, hingga bahan baku industri. Meskipun bukan tanaman asli, singkong telah beradaptasi dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Berbagai nama lokal seperti sampeu, dangdeur, telo, dan ubi kayu menjadi bukti kedekatan singkong dengan masyarakat.

Namun, ironi terjadi ketika pemerintah melarang impor tapioka dan produk turunannya. Ketergantungan Indonesia pada impor tapioka justru sangat tinggi, mencapai lebih dari 95%. Produk impor bahkan mampu bersaing dengan harga lebih murah, kualitas lebih seragam, dan pasokan yang lebih terjamin. Sementara itu, produk dalam negeri masih kesulitan memenuhi ketiga syarat tersebut.
Kondisi ini memprihatinkan banyak pihak, terutama para peneliti. Modernisasi menjadi kunci untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi produksi singkong nasional. Dengan modernisasi, diharapkan petani dapat memperoleh harga yang lebih baik, industri mendapatkan bahan baku berkualitas, dan Indonesia mampu mengurangi ketergantungan pada impor.











Tinggalkan komentar