Ekonesia Ekonomi – Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) menunjukkan optimisme tinggi terhadap prospek investasi energi baru dan terbarukan (EBT) seiring dengan disahkannya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN periode 2025-2034. Pemerintah meyakini, RUPTL ini akan menjadi titik awal pertumbuhan signifikan investasi di sektor energi hijau.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko IPK, Rachmat Kaimuddin, menyatakan bahwa dampak positif RUPTL terhadap investasi EBT akan mulai terlihat dalam kurun waktu 6 bulan hingga 2 tahun ke depan. Pernyataan ini disampaikan menanggapi pertumbuhan investasi EBT yang tercatat sebesar 0,6 persen pada semester I 2024.

Rachmat menekankan ambisius-nya target yang tertuang dalam RUPTL 2025-2034, yang menunjukkan pergeseran besar menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan. "RUPTL kita yang 2025-2034 itu sudah sangat ambisius menurut kami. Benar-benar sudah shifting yang sangat luar biasa dari ambisi kita untuk lebih banyak lagi listrik hijau," ujarnya.
Senada dengan Rachmat, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, menjelaskan bahwa pertumbuhan investasi EBT yang belum optimal disebabkan oleh kondisi pasar yang belum sepenuhnya berkembang. Permintaan listrik yang belum tinggi menjadi salah satu faktor penghambat.
Nurul juga menyoroti pentingnya ketersediaan pasar yang siap menyerap energi terbarukan setelah diproduksi. "Karena listrik ini bukan barang yang bisa disimpan. Ketika dia sudah berproduksi, dia harus dibeli. (Listriknya) hilang kalau tidak dipakai," jelasnya.
Pemerintah berupaya mendorong permintaan listrik melalui berbagai inisiatif, salah satunya adalah pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Dengan meningkatnya penggunaan kendaraan listrik, diharapkan akan tercipta pasar yang signifikan untuk menyerap listrik dari pembangkit energi terbarukan.
"Untuk energi baru terbarukan, investornya yang banyak masuk ke Indonesia adalah swasta. Biar pun nanti pembelinya adalah PLN, menurut saya mereka masih dalam fase menunggu sampai pasar di Indonesia berkembang," imbuh Nurul.
RUPTL PLN 2025-2034 menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW). Dari jumlah tersebut, 61 persen atau 42,6 GW berasal dari EBT, 15 persen atau 10,3 GW dari penyimpanan energi (storage), dan sisanya 24 persen atau 16,6 GW dari energi fosil, termasuk gas (10,3 GW) dan batu bara (6,3 GW). Informasi ini dilansir dari Ekonesia.com.
Tinggalkan komentar