Ekonesia Ekonomi – Kemitraan antara Indonesia dan Australia tidak bisa hanya diukur dari angka defisit atau surplus perdagangan semata. Penilaian ini diungkapkan oleh Penasihat Khusus Presiden untuk Perdagangan Internasional dan Kerjasama Multilateral, Mari Elka Pangestu, di sela-sela perayaan lima tahun Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) di Jakarta, Kamis.
Menurut Mari, kemitraan kedua negara jauh lebih dalam, mencakup hubungan antar masyarakat, seperti program beasiswa untuk pelajar Indonesia dan kolaborasi riset. "Jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Australia mencapai sekitar 24.000, mungkin sekitar 25 persen dari total mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri," ujarnya.

Mari menekankan bahwa selain perdagangan barang, kemitraan ini juga mencakup sektor jasa dan investasi, serta hubungan erat antar masyarakat kedua negara. "Kita juga mendapatkan manfaat dari layanan pendidikan di sana. Jadi, saya yakin layanan akan menjadi bagian yang sangat penting dalam melihat hubungan perdagangan," tambahnya.
Diversifikasi rantai pasokan juga menjadi sorotan Mari, mengingat ketidakpastian perdagangan dan investasi global. Ia meyakini bahwa Indonesia dan Australia dapat saling melengkapi untuk menciptakan rantai pasokan yang lebih beragam. Mari berharap tinjauan IA-CEPA akan semakin mempererat hubungan kedua negara.
Senada dengan Mari, Duta Bisnis Australia untuk Indonesia, Profesor Jennifer Westacott AC, melihat tinjauan IA-CEPA sebagai peluang emas untuk meningkatkan kerja sama di bidang agribisnis, transisi energi, pendidikan, dan ekonomi digital. "Melalui perjanjian ini, kita benar-benar melihat momentum besar dalam hubungan perdagangan," kata Westacott. Ia menambahkan bahwa IA-CEPA secara praktis menciptakan lapangan kerja, melatih sumber daya manusia, dan meningkatkan kemakmuran.
Westacott menegaskan pentingnya bagi Indonesia dan Australia untuk memanfaatkan dan meninjau IA-CEPA guna memperkuat hubungan dan kemakmuran bersama. Sebagai Duta Bisnis pertama Australia untuk Indonesia, ia telah memimpin dua misi dagang dan investasi di bidang teknologi dan keterampilan ramah lingkungan, sebagai bagian dari inisiatif Australia Southeast Business Exchange.
Perjanjian IA-CEPA, yang mulai berlaku pada 5 Juli 2020, telah menunjukkan dampak positif dengan peningkatan signifikan dalam perdagangan bilateral. Total perdagangan barang dan jasa meningkat dua kali lipat dari 17,7 miliar dolar Australia (sekitar Rp188,7 triliun) pada 2019 menjadi 35,4 miliar dolar Australia (sekitar Rp377,4 triliun) pada 2024. Saat ini, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan Australia sebesar 3,13 miliar dolar Australia (sekitar Rp33,3 triliun) pada 2024. Informasi ini dilansir dari Ekonesia Ekonomi – ekonosia.com.
Tinggalkan komentar