Ekonesia Ekonomi – Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), Fajar Wibhiyadi, menegaskan bahwa Sertifikat Energi Terbarukan (REC) memiliki peran krusial bagi perkembangan sektor energi bersih di Indonesia. Manfaatnya dirasakan oleh berbagai pihak, mulai dari produsen listrik EBT, konsumen REC, hingga pemerintah.
Fajar menjelaskan bahwa REC memberikan nilai tambah signifikan bagi investor pembangkit listrik EBT. Dengan adanya REC, proyek-proyek EBT menjadi lebih menarik secara finansial, sehingga mendorong peningkatan investasi dan pengembangan proyek-proyek baru. "Bagi Pembangkit Listrik energi baru terbarukan, REC dapat meningkatkan nilai bagi investor, serta memberikan insentif untuk mengembangkan lebih banyak proyek EBT," ujarnya, seperti dikutip dari ekonosia.com, Kamis.

Lebih lanjut, REC juga membantu perusahaan-perusahaan mencapai target keberlanjutan mereka. Pembelian REC memungkinkan perusahaan untuk mengklaim penggunaan energi terbarukan, meningkatkan citra perusahaan, dan memenuhi standar lingkungan yang semakin ketat. Bagi pemerintah, REC menjadi instrumen penting untuk mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan nasional.
Setiap 1 Megawatt Hour (MWh) listrik yang dihasilkan oleh pembangkit EBT dapat dikonversi menjadi 1 REC, memberikan insentif finansial tambahan bagi produsen. Hal ini diharapkan dapat memicu gelombang investasi baru dalam pengembangan pembangkit listrik EBT, yang pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas listrik EBT secara keseluruhan.
Pemerintah sendiri menargetkan bauran energi terbarukan nasional sebesar 23 persen pada tahun 2025, sebagaimana tercantum dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). REC juga berpotensi menjadi alat yang efektif dalam menghadapi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), sebuah mekanisme yang akan mengenakan biaya pada impor barang dari negara-negara dengan kebijakan iklim yang kurang ambisius.
Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, pemerintah menargetkan 61 persen bauran energi nasional berasal dari sumber terbarukan. Sementara itu, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024 memproyeksikan total kapasitas pembangkit listrik mencapai 443 GW pada tahun 2060, dengan tenaga surya (109,4 GW), tenaga air (70,5 GW), angin (73,2 GW), dan panas bumi (22,7 GW) sebagai kontributor utama.
Tinggalkan komentar