Ekonesia – Kabar gembira datang dari Kementerian ESDM! Tenaga Ahli Menteri, Satya Hangga Yudha Widya Putra, menyatakan dukungan penuh terhadap kesiapan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dalam merealisasikan target ambisius pemerintah: pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 100 Gigawatt (GW).
AESI sendiri, melalui Ketua Umum Mada Ayu Habsari, menegaskan kesiapan mereka untuk menyokong program strategis ini. Pasar PLTS di Indonesia menunjukkan geliat yang luar biasa. Dulu hanya 143 MW, kini sudah melompat di atas 1 GW! Bahkan, AESI memprediksi jumlah perusahaan yang berkecimpung di sektor ini bisa meroket dari 63 menjadi 500 perusahaan.

Program PLTS 100 GW yang digagas Presiden Prabowo Subianto ini bukan sekadar proyek energi. Mada meyakini, efek gandanya akan sangat besar. Lapangan kerja hijau akan tercipta, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) akan meningkat, dan investasi baru di sektor manufaktur sel surya akan mengalir deras.
Namun, Hangga mengingatkan, struktur biaya PLTS berbeda-beda di setiap negara. Topografi, demografi, dan kondisi cuaca memainkan peran penting dalam menentukan harga. Pemerintah harus cermat menghitung feed-in-tariff yang sesuai, dengan mempertimbangkan aspek keekonomian di setiap daerah.
Program 100 GW ini juga menjadi angin segar bagi program dedieselisasi, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Wilayah-wilayah ini selama ini mengandalkan pembangkit listrik yang mahal dan kurang ramah lingkungan. Dengan PLTS, diharapkan biaya energi bisa ditekan dan lingkungan lebih terjaga.
Rama Dinara dari AESI menambahkan, Indonesia memiliki kapasitas produksi modul surya yang cukup besar, antara 8 hingga 10 GW per tahun. Meski harga domestik belum bisa bersaing dengan Tiongkok, industri lokal siap unjuk gigi asalkan ada kompensasi melalui ketentuan TKDN.
AESI juga berencana melakukan sosialisasi kepada masyarakat, agar tidak terpaku pada harga modul murah di pasaran. Mereka mencontohkan India, yang bisa menekan biaya PLTS hingga 3 sen/kWh berkat insentif besar dari pemerintah. Untuk itu, AESI mengusulkan kajian waterfall chart untuk melihat sejauh mana capex PLTS agar harga di Indonesia bisa kompetitif.
Tinggalkan komentar