TeraNews Bisnis – China melontarkan ancaman keras kepada negara-negara yang berani bernegosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat (AS). Beijing siap membalas negara yang dianggap mengkhianati kepentingan ekonomi Negeri Tirai Bambu. Pernyataan keras ini disampaikan juru bicara Kementerian Perdagangan China, seperti dikutip dari AFP. Ancaman ini muncul sebagai respon atas kebijakan tarif impor resiprokal yang diterapkan Presiden Donald Trump.
Negara yang dianggap merugikan China, misalnya dengan mengurangi impor dari China atau mengalihkannya ke AS untuk mendapatkan keringanan tarif dari Trump, akan menghadapi konsekuensi. "China dengan tegas menentang pihak manapun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China. Jika situasi itu terjadi, China tidak akan menerimanya dan akan melakukan tindakan balasan," tegas juru bicara tersebut.

China bahkan memperingatkan agar negara-negara tidak bersikap lunak menghadapi perang tarif Trump. "Pelunakan tidak akan mendatangkan perdamaian, dan kompromi amat tidak terhormat," lanjut pernyataan tersebut. Peringatan ini dilontarkan mengingat hampir seluruh negara dikenai tarif impor 10 persen oleh Trump, sementara China menghadapi tarif hingga 245 persen. Sebagai balasan, China menaikkan tarif impor barang-barang dari AS hingga 125 persen.
Lalu bagaimana posisi Indonesia di tengah ancaman ini? Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono, menegaskan Indonesia tak akan mengubah kebijakan dagangnya dan akan tetap menjalin hubungan normal dengan AS maupun China. "Kita tetap melakukan kegiatan perdagangan dengan mitra-mitra kita yang lain sebagaimana biasa kita lakukan," ujar Djatmiko dalam konferensi pers di Kemendag, Jakarta Pusat, Senin (21/4).
Namun, posisi Indonesia memang dilematis. Ronny P Sasmita, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, menilai pemerintah harus berhati-hati dan tidak memihak. "Pilihan bagi Indonesia adalah negosiasi yang tidak merugikan China. Pelonggaran impor untuk produk Amerika sebaiknya bukan produk yang juga diimpor dari China," jelas Ronny kepada Teranews.id. Pemerintah, menurutnya, harus cermat memilih produk yang benar-benar dibutuhkan dari China, AS, dan negara lain, agar pergeseran perdagangan tidak mengganggu hubungan dengan kedua negara tersebut. Indonesia, kata Ronny, harus pandai "mendayung di antara dua kapal besar" agar tidak merugikan diri sendiri.
Tinggalkan komentar