Ekonesia Ekonomi – Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, mendesak penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang berani mengoplos beras berkualitas rendah menjadi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog, maupun beras premium. Tindakan tegas ini diperlukan untuk melindungi masyarakat dan menjaga integritas program pemerintah.
Khudori menegaskan, pengetatan penyaluran beras SPHP tahun ini adalah langkah krusial untuk mencegah penyelewengan distribusi beras bersubsidi yang seharusnya menyasar masyarakat berpenghasilan rendah. Ia menekankan, jika ada pihak yang dengan sengaja mengoplos dan menjual beras non-SPHP dalam karung SPHP, maka tindakan tersebut harus ditindak sekeras-kerasnya. Pelaku telah memanfaatkan antusiasme publik terhadap program pemerintah untuk keuntungan pribadi.

Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas dugaan pengoplosan beras kualitas rendah (reject) yang dikemas menjadi SPHP oleh oknum berinisial R di Riau. Kasus ini diungkap oleh Polda Riau beberapa waktu lalu. Khudori menjelaskan bahwa kasus ini bukan sekadar penyimpangan distribusi beras SPHP asli, melainkan pemalsuan. Pelaku dengan sengaja mengemas beras lain menggunakan karung SPHP untuk menipu konsumen agar percaya bahwa beras tersebut adalah bagian dari program subsidi.
"Itu karungnya pakai karung SPHP. Lalu diisi beras lain. Itu bukan beras SPHP yang diselewengkan. Dia (terduga pelaku) memanfaatkan antusiasme warga beli beras SPHP dengan mengisi kemasan SPHP dengan beras lain lalu dijual seolah-olah beras SPHP," jelas Khudori.
Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengungkapkan bahwa penggerebekan tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen. Operasi yang dipimpin oleh Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R (34).
Modus pertama adalah mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject, kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP. Modus kedua adalah membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.
Tersangka diduga membeli dua jenis beras, yaitu beras bagus dengan harga Rp11.000 per kg dan beras kualitas rendah (reject) dengan harga Rp6.000 per kg dari seseorang berinisial S di daerah Kabupaten Pelalawan.
Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.
"Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi," tegas Irjen Herry.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
Tinggalkan komentar