Ekonesia – Kabar gembira datang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang tengah fokus membangun industri budi daya kepiting berkelanjutan, siap memenuhi permintaan ekspor global. Langkah ini bukan hanya soal meningkatkan produksi, tapi juga menjaga kelestarian lingkungan pesisir yang vital.
Meningkatnya permintaan dunia terhadap rajungan dan kepiting menjadi peluang emas bagi Indonesia. Namun, tantangan berupa penangkapan berlebihan di alam menjadi perhatian utama. KKP berupaya mengatasi ini dengan mendorong budi daya kepiting berkelanjutan dan memberikan edukasi kepada masyarakat pesisir.

Data ekspor tahun ini menunjukkan bahwa rajungan dan kepiting menduduki peringkat keempat komoditas perikanan terbesar Indonesia, setelah udang, tuna, dan cumi-cumi, dengan nilai mencapai US$513,35 juta. China, Amerika Serikat, dan Korea Selatan menjadi tujuan ekspor utama.
Kalimantan Timur menjadi sentra produksi kepiting terbesar di Indonesia, diikuti oleh Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Untuk memperkuat sektor ini, KKP telah membangun modeling budi daya kepiting di Pasuruan, Jawa Timur, yang dikelola oleh Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo.
Yushinta Fujaya dari Universitas Hasanuddin menekankan pentingnya hilirisasi teknologi dan diseminasi kepada masyarakat. Konsep crab silvofishery, yaitu budi daya kepiting di kawasan mangrove, dinilai efektif menggabungkan aspek ekonomi dan konservasi.
Kuncoro C Nugroho dari Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) menambahkan bahwa keberlanjutan sumber daya rajungan dapat dicapai jika semua pihak menjaga keseimbangan antara permintaan pasar dan ketersediaan stok di alam. Penelitian dan pengembangan budi daya rajungan juga krusial untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi.










Tinggalkan komentar