Ekonesia Ekonomi – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di berbagai daerah tidak berkaitan dengan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat. Penjelasan ini muncul di tengah keresahan masyarakat terkait kenaikan pajak tersebut.
Tito menjelaskan bahwa sebagian besar daerah telah merencanakan atau bahkan memberlakukan kenaikan tarif PBB sejak tahun 2022. Dari sejumlah daerah yang menaikkan tarif, variasi kenaikannya pun beragam, mulai dari 5 persen hingga lebih dari 100 persen. Data menunjukkan bahwa 15 daerah telah membuat aturan terkait kenaikan pajak pada periode 2022-2024, sementara 5 daerah lainnya baru akan menerapkan aturan tersebut di tahun 2025.

"Perkada (Peraturan Kepala Daerah) dari lima daerah itu dibuat di tahun 2025, sisanya itu dibuat di tahun 2022, 2023, dan 2024. Artinya, (kenaikan PBB dan NJOP di) 15 daerah tidak ada hubungannya dengan efisiensi yang terjadi," ujar Tito saat menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Jumat (15/8) malam.
Lebih lanjut, Mendagri mengungkapkan bahwa dari 20 daerah yang menaikkan PBB dan NJOP, dua di antaranya, yaitu Pati dan Jepara, telah membatalkan aturan tersebut setelah mendapat protes keras dari masyarakat. Seperti diketahui, puluhan ribu warga Kabupaten Pati sempat melakukan unjuk rasa menuntut pembatalan kenaikan PBB-P2 yang mencapai 250 persen.
Tito mengakui bahwa penetapan PBB dan NJOP merupakan kewenangan pemerintah daerah, sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Namun, ia mengingatkan bahwa dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan melibatkan partisipasi publik. "Jadi harus mendengar suara publik juga," tegasnya.
Pernyataan Mendagri ini diharapkan dapat memberikan klarifikasi terkait isu kenaikan PBB dan NJOP, serta menenangkan keresahan masyarakat yang terdampak. Pemerintah daerah diharapkan lebih bijak dalam mengambil kebijakan terkait pajak, dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat dan melibatkan partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan.
Tinggalkan komentar