TeraNews Bisnis – Sebuah laporan mengejutkan dari Bank Dunia mengungkap fakta pahit: Indonesia kehilangan potensi pendapatan hingga Rp546 triliun per tahun akibat ketidakpatuhan pajak. Data yang dikumpulkan selama periode 2016-2021 ini tertuang dalam laporan berjudul Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia, yang dirilis pada 2 Maret 2025.
Kerugian fantastis ini terbagi menjadi dua sumber utama. Pertama, pajak pertambahan nilai (PPN) menyumbang kerugian mencapai Rp386 triliun per tahun. Bank Dunia mencatat rata-rata kesenjangan kepatuhan PPN selama periode tersebut mencapai 43,9 persen dari Total Tax Liability (VTTL) atau 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini sangat signifikan dan menunjukkan betapa besarnya potensi penerimaan negara yang hilang.

Kedua, pajak penghasilan (PPh) badan turut memberikan kontribusi besar terhadap kerugian negara, yakni sebesar Rp160 triliun per tahun. Ini setara dengan 33 persen dari CIT Total Tax Liability (CTTL) atau 1,1 persen dari PDB. Bank Dunia menjelaskan fluktuasi besar dalam kesenjangan PPh badan disebabkan oleh ketidaksesuaian antara penerimaan pajak aktual dan estimasi kewajiban pajak.
Lebih mengejutkan lagi, Indonesia tercatat sebagai negara dengan kesenjangan kepatuhan pajak tertinggi dibandingkan lima negara berkembang lainnya yang diteliti. Filipina mencatat kesenjangan 38 persen, Kosta Rika 31 persen, Turki 20 persen, Bulgaria 10 persen, dan Afrika Selatan hanya 5 persen.
Faktor lain yang turut berperan adalah kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) tahun 2016-2017. Laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa policy gap dalam PPh badan lebih besar daripada compliance gap, mencapai 35,9 persen dari potensi penerimaan atau 1,8 persen dari PDB. Sebaliknya, kehilangan potensi penerimaan PPN lebih banyak disebabkan oleh compliance gap.
Secara keseluruhan, Bank Dunia memperkirakan total kesenjangan (compliance gap dan policy gap) PPN dan PPh badan mencapai 6,4 persen dari PDB atau Rp944 triliun selama periode 2016-2021. Angka ini merupakan akumulasi dari compliance gap sebesar Rp548 triliun dan policy gap sebesar Rp396 triliun. Temuan ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk meningkatkan upaya peningkatan kepatuhan pajak dan memperbaiki kebijakan perpajakan agar potensi pendapatan negara dapat dioptimalkan.
Tinggalkan komentar