Ekonesia Ekonomi – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya meningkatkan kemudahan berusaha di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (P3K). Langkah terbaru adalah penguatan tata kelola perizinan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan (Ditjen PK) KKP, Ahmad Aris, menjelaskan bahwa PP ini merupakan penyempurnaan dari PP 5/2021. Tujuannya adalah menciptakan proses perizinan yang lebih efisien, transparan, dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini disampaikan dalam Bincang Bahari di Jakarta, Rabu.

PP 28/2025 memuat beberapa poin penting, termasuk pengaturan pra-perizinan dasar untuk pemanfaatan ruang laut, rekomendasi pemanfaatan pulau kecil di bawah 100 kilometer persegi, dan pemanfaatan jenis ikan yang dilindungi di luar CITES Appendix I.
Selain itu, perizinan usaha kini terintegrasi dengan sistem KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) dan mensyaratkan dokumen seperti Persetujuan KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut), Persetujuan Lingkungan, dan Izin Bangunan Gedung dari pemerintah daerah. Perluasan juga dilakukan untuk sektor strategis seperti pemanfaatan air laut selain energi (ALSE), pengangkatan benda muatan kapal tenggelam (BMKT), produksi garam dan pemanfaatan pasir laut (IPPL), serta biofarmakologi dan bioteknologi kelautan.
"Pendekatan berbasis risiko memungkinkan kita memilah jenis usaha yang memerlukan pengawasan ketat dan mana yang bisa difasilitasi lebih cepat. Dengan begitu, kita tetap menjaga keberlanjutan tanpa menghambat investasi," ujar Aris.
Plt. Direktur Pemanfaatan Kolom Perairan dan Dasar Laut Ditjen PK KKP, Didit Eko Prasetyo, menambahkan bahwa penataan ruang laut adalah bagian integral dari sistem perizinan. KKPRL menjadi instrumen kunci dalam reformasi perizinan berbasis risiko dan tata ruang.
KKP berupaya menghadirkan skema pelayanan yang lebih transparan, cepat, dan digital melalui integrasi sistem OSS dan e-SEA. Pelayanan perizinan KKPRL kini tidak dipungut biaya saat pendaftaran dan dapat diselesaikan dalam 33 hari kerja (tanpa perbaikan) atau 43 hari (dengan perbaikan).
Fitur verifikasi dokumen otomatis dengan AI dan bridging data OSS juga sedang dikembangkan untuk mempercepat proses. Tantangan yang dihadapi antara lain pemahaman teknis pelaku usaha terhadap dokumen spasial dan penguatan layanan publik melalui gerai perizinan serta integrasi sistem pembayaran PNBP dengan SIMPONI Kemenkeu.
Diharapkan, sosialisasi ini dapat meningkatkan pemahaman pelaku usaha, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam pemanfaatan ruang laut secara legal, transparan, dan berkelanjutan, seperti yang dilansir Ekonesia Ekonomi – dari ekonosia.com.
Tinggalkan komentar