Ekonesia – Pemerintah didesak mengubah strategi penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) agar operasi pasar lebih efektif. Pasalnya, meski operasi pasar terus digencarkan, harga beras tak kunjung turun signifikan.
Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) menyoroti lambatnya penyaluran beras SPHP. Hingga 18 September 2025, baru 26,15% dari target 1,5 juta ton yang tersalurkan. Artinya, perlu ada peningkatan drastis volume penyaluran harian.

Masalahnya, model penyaluran saat ini terlalu fokus pada konsumen akhir melalui mitra seperti toko BUMN dan swalayan. Serapan per outlet sangat rendah. Padahal, kunci utama adalah membanjiri pasar grosir dengan beras SPHP.
Khudori menekankan pasar grosir seperti Pasar Induk Beras Cipinang sangat strategis untuk menekan harga beras secara nasional. Pengawasan ketat Satgas Pangan dan penggunaan kemasan 5 kg bisa mencegah kecurangan.
Selain itu, sebagian besar stok beras Bulog sudah berumur lebih dari empat bulan. Jika tak segera disalurkan, kualitasnya bisa menurun dan biaya penyimpanan membengkak. Operasi pasar harus kembali ke esensinya, yaitu menggunakan pasar sebagai instrumen utama.
Data Badan Pangan Nasional menunjukkan harga beras premium dan medium masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) di sebagian besar wilayah. Ini menandakan operasi pasar belum berhasil menstabilkan harga.
Tinggalkan komentar