Ekonesia Ekonomi – Sektor pariwisata global, termasuk Indonesia dan negara-negara ASEAN, kini beroperasi dalam lingkungan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang semakin intens akibat dampak geopolitik. Kondisi ini menuntut pendekatan strategis dan adaptif yang melampaui respons taktis jangka pendek.
Peristiwa geopolitik seperti konflik bersenjata, ketegangan diplomatik, dan terorisme langsung memicu volatilitas pasar pariwisata. Fluktuasi harga energi global akibat konflik meningkatkan biaya operasional maskapai dan hotel, membebani konsumen, dan menciptakan ketidakpastian harga yang menghambat keputusan perjalanan dan investasi.

Ketergantungan pada wisatawan dari China membuat Indonesia dan ASEAN rentan terhadap kebijakan internal China, seperti pembatasan perjalanan atau perlambatan ekonomi. Volatilitas ini mempersulit perencanaan jangka panjang dan menuntut model bisnis yang lebih lincah dan adaptif.
Ketidakpastian dalam lanskap geopolitik termanifestasi dalam kurangnya prediktabilitas mengenai durasi dan resolusi konflik, serta dampaknya terhadap sentimen wisatawan. Persepsi keamanan yang berubah-ubah, diperparah oleh informasi yang cepat (dan kadang tidak akurat) melalui media digital, dapat membuat wisatawan menunda atau membatalkan rencana perjalanan.
Bagi ASEAN, ketidakpastian ini juga meliputi arah hubungan geopolitik di kawasan, seperti dinamika di Laut China Selatan, yang dapat mempengaruhi stabilitas regional dan persepsi investor. Investor cenderung menahan diri untuk berinvestasi di sektor pariwisata yang sangat bergantung pada stabilitas dan dapat diprediksi, menghambat pengembangan infrastruktur dan inovasi produk pariwisata yang krusial untuk pertumbuhan berkelanjutan.
Penguatan citra keamanan dan stabilitas harus menjadi prioritas melalui komunikasi strategis yang proaktif dan transparan. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan wisatawan dan investor di tengah gejolak geopolitik global. Informasi ini disiarkan oleh ekonosia.com pada tahun 2025.
Tinggalkan komentar