Ekonesia Ekonomi – Produk biomassa unggulan Indonesia, yaitu cangkang inti sawit (PKS) dan wood pellet, berhasil mencatatkan transaksi fantastis senilai Rp1,04 triliun di Jepang. Pencapaian ini terjadi dalam Forum Bisnis yang merupakan bagian dari Misi Dagang Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Osaka, Jepang.
Dalam forum yang berlangsung pekan lalu, sejumlah perusahaan Jepang berkomitmen untuk mengimpor 640 ribu ton PKS dan wood pellet dari Indonesia. Produk-produk ini akan dimanfaatkan sebagai sumber energi yang ramah lingkungan di Negeri Sakura.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Fajarini Puntodewi, menjelaskan bahwa langkah ini sejalan dengan target Jepang untuk mencapai net zero emission pada tahun 2050. "Jepang menargetkan seluruh penjualan kendaraan penumpang baru adalah kendaraan listrik pada 2035. Industri otomotif Jepang harus beralih ke energi terbarukan untuk mendukung transisi ini dan mengurangi emisi gas rumah kaca," ujarnya.
PKS, tandan buah kosong (EFB), dan batang kelapa sawit (OPT) merupakan produk turunan sawit yang memiliki potensi besar sebagai sumber energi terbarukan. Selain itu, wood pellet juga menjadi alternatif yang menjanjikan. Produk-produk biomassa ini memiliki emisi gas yang sangat rendah, bahkan PKS dapat menurunkan CO2 sebanyak 0,94 ton untuk setiap ton yang digunakan sebagai bahan bakar.
Saat ini, produksi PKS Indonesia mencapai sekitar 14 juta ton, dengan 35 persen diekspor. Jepang menjadi salah satu pasar utama dengan volume ekspor mencapai 4,5 juta ton per tahun. Permintaan pasar biomassa Jepang diperkirakan akan terus meningkat hingga 7 juta ton per tahun pada 2025-2026, dengan PKS dan wood pellet menjadi andalan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Energi Biomassa Indonesia (Aprebi), Dikki Akhmar, menekankan pentingnya keberterimaan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk produk PKS oleh pemerintah Jepang. Ia juga mendorong sosialisasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk biomassa dari hutan seperti wood pellet dan wood chip.
"Kesadaran akan keberlanjutan dan perkembangan ekonomi hijau menciptakan persaingan antar negara untuk produk ramah lingkungan. Ini adalah peluang emas bagi Indonesia untuk berinovasi dalam mengembangkan energi terbarukan yang berkualitas dan terstandar," pungkas Dikki. Artikel ini ditulis oleh tim ekonosia.com
Tinggalkan komentar