Jaksa Agung ke-17 ini memulai karirnya di Makassar pada 1958. Lopa dikenal sebagai penegak hukum yang keras terhadap pelaku kejahatan, terutama korupsi dan penyelundupan. Ia tak gentar menindak kasus besar demi menyelamatkan uang negara.
Sempat dipindahkan ke Aceh, Lopa membuktikan diri dengan mengungkap berbagai kasus penyelundupan kayu dan beras yang merugikan negara miliaran rupiah. Baginya, menolong rakyat dan menegakkan keadilan harus dilakukan sekuat tenaga.

Keberaniannya melawan koruptor membuatnya sering menerima ancaman pembunuhan. Namun, ia tak gentar dan menyerahkan nasibnya kepada Tuhan. Integritasnya membawa Lopa menjadi Jaksa Agung pada Juni 2001.
Sejak hari pertama menjabat, mejanya dipenuhi berkas penyelidikan kasus korupsi besar. Ia bekerja tanpa kenal waktu, meski banyak yang tak senang. Sayang, masa tugasnya singkat. Sebulan kemudian, Lopa jatuh sakit dan meninggal dunia akibat serangan jantung yang dipicu kelelahan kerja.
Selain ketegasannya, Lopa juga disegani karena kesederhanaannya. Ia hidup jauh dari kemewahan. Rumahnya sederhana, mobilnya hanya Toyota Kijang, dan ia melarang keluarga menggunakan mobil dinas untuk urusan pribadi. Kesederhanaannya membuat banyak orang menangis saat ia wafat.









Tinggalkan komentar