Ekonesia Ekonomi – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa penindakan tegas terhadap praktik kecurangan beras adalah kunci melindungi masyarakat. Langkah ini diambil untuk mencegah kerugian konsumen dan mewujudkan keadilan dalam penyaluran pangan pokok di seluruh Indonesia.
Arief menyampaikan bahwa arahan Presiden Prabowo Subianto sangat jelas: pelanggaran dalam distribusi beras harus ditindak tanpa ampun. Tindakan curang dalam kebutuhan pangan pokok dianggap sebagai pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. "Presiden sangat tegas. Jika masyarakat dirugikan dengan beras yang tidak sesuai standar, beliau langsung minta ditindak tegas," ujarnya di Jakarta, Kamis.

Presiden, lanjut Arief, telah menginstruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk memberantas praktik perberasan ilegal yang menyengsarakan rakyat, terutama dalam program subsidi pemerintah. Contoh pelanggaran yang sering terjadi adalah pengurangan berat kemasan dan pencampuran kualitas beras yang tidak sesuai standar, yang jelas merugikan konsumen.
Saat peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Presiden Prabowo menekankan bahwa jika perbaikan tidak bisa dilakukan, negara harus mengambil alih distribusi beras demi melindungi rakyat kecil. Penindakan ini sekaligus menunjukkan keberpihakan Presiden terhadap petani dan masyarakat, serta menjamin keadilan dalam rantai pasok pangan nasional.
Pemerintah, melalui sinergi dengan aparat hukum dan lembaga terkait, akan terus mengawasi praktik distribusi beras untuk mencegah kasus serupa terulang. "Ini bukti bahwa Bapak Presiden sangat peduli terhadap masyarakat dan juga para petani di Indonesia," kata Arief.
Investigasi mendalam terhadap kasus kecurangan beras komersial melibatkan Kementerian Pertanian, Bapanas, Satgas Pangan, Kejaksaan, hingga Kepolisian. Hal ini dipicu oleh anomali beras, padahal produksi padi nasional sedang tinggi, bahkan tertinggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok mencapai 4,2 juta ton.
Dari hasil pemeriksaan sampel 136 merek beras premium, ditemukan bahwa 85,56 persen tidak sesuai ketentuan, 59,78 persen tidak sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21,66 persen tidak sesuai berat kemasan. Sementara itu, pada beras medium dengan sampel 76 merek, ditemukan 88,24 persen tidak sesuai mutu, 95,12 persen tidak sesuai HET, dan 9,38 persen tidak sesuai berat kemasan.
Dugaan praktik curang dalam perdagangan beras ini menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp99,35 triliun akibat manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi. Kasus ini sedang dalam proses hukum di kepolisian. Informasi ini dilansir dari Ekonesia Ekonomi –
Tinggalkan komentar