Buyback Saham Tanpa RUPS: Siapa yang Untung, Siapa yang Buntung?

Rachmad

19 Maret 2025

3
Min Read
Buyback Saham Tanpa RUPS: Siapa yang Untung, Siapa yang Buntung?

TeraNews Bisnis – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini membuat gebrakan dengan memberikan relaksasi bagi emiten untuk melakukan buyback saham tanpa perlu melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan kontroversial ini diluncurkan sebagai respons atas anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hampir 7 persen, dengan tujuan utama menjaga stabilitas pasar. Namun, langkah berani ini menuai pro dan kontra, menimbulkan pertanyaan: siapa sebenarnya yang diuntungkan dan dirugikan?

Ibrahim Assuaibi, pengamat pasar modal, menilai kebijakan ini sebagai solusi tepat untuk mengatasi lamanya proses buyback yang kerap terhambat karena menunggu persetujuan RUPS. Dengan kebijakan baru ini, perusahaan dapat langsung bertindak cepat membeli kembali sahamnya saat harga sedang turun, mengamankan momentum dan menopang harga saham. "Menunggu RUPS akan mengulur waktu, momentumnya jadi hilang. Dengan kebijakan ini, perusahaan terbuka (Tbk) bisa langsung bergerak untuk mencegah penurunan harga saham yang lebih dalam," jelas Ibrahim kepada Teranews.id, Rabu (19/3).

Buyback Saham Tanpa RUPS: Siapa yang Untung, Siapa yang Buntung?
Gambar Istimewa : akcdn.detik.net.id

Ia menambahkan, perusahaan, terutama manajemennya, menjadi pihak yang diuntungkan karena bisa mengakuisisi saham dengan harga murah, meningkatkan nilai perusahaan jangka panjang. Namun, investor ritel berpotensi dirugikan karena harga saham mereka cenderung tertekan saat buyback dilakukan. "Perusahaan untung, investor ritel yang rugi karena harga sahamnya lebih rendah saat buyback," tegasnya. Meski demikian, Ibrahim menekankan pentingnya transparansi dalam pelaksanaan buyback. Aksi ini diharapkan meningkatkan permintaan dan menstabilkan harga saham.

Pandangan berbeda datang dari Hendra Wardana, pengamat pasar modal lainnya. Ia melihat kebijakan ini positif dan membantu pemulihan IHSG. Buyback seringkali menjadi sinyal bahwa emiten menilai sahamnya undervalued dan fundamental bisnisnya kuat. "IHSG mulai rebound seiring kebijakan ini. Buyback memberi fleksibilitas perusahaan merespons tekanan pasar, meningkatkan kepercayaan investor," ujar Hendra. Ia menambahkan, buyback dapat meredam tekanan jual, mengurangi volatilitas, dan berpotensi meningkatkan harga saham karena berkurangnya jumlah saham beredar.

Namun, Hendra mengingatkan, faktor eksternal seperti keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) juga akan mempengaruhi pasar. "Jika BI mempertahankan suku bunga, pasar kemungkinan stabil. Penurunan suku bunga akan lebih positif bagi IHSG, terutama sektor properti dan perbankan," jelasnya.

Kebijakan buyback saham tanpa RUPS ini berlaku selama enam bulan, terhitung sejak pengumuman resmi OJK kepada direksi perusahaan terbuka pada 18 Maret 2025. Langkah ini merupakan respons atas volatilitas tinggi IHSG sejak 19 September 2024, yang mengalami penurunan signifikan 1.682 poin atau 21,28 persen hingga 18 Maret 2025. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, berharap kebijakan ini meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi tekanan pasar. Sebelumnya, kebijakan serupa telah terbukti efektif dalam menjaga stabilitas harga saham.

Ikuti kami di Google News

Tinggalkan komentar

Related Post