Borong Mobil Mewah Negara Ini Bangkrut

Agus Riyadi

13 Desember 2025

3
Min Read

Ekonesia – Kisah Nauru, sebuah negara pulau mungil di Samudra Pasifik, bagaikan dongeng yang berakhir tragis. Dari puncak kemakmuran yang nyaris tak terbayangkan, Nauru kini menjadi simbol nyata bagaimana kekayaan alam melimpah dapat berubah menjadi bencana jika tidak dikelola dengan bijaksana.

Pulau seluas hanya 21 kilometer persegi ini pertama kali menemukan sumber kekayaannya pada awal 1900-an, berupa cadangan fosfat berkualitas tinggi. Bahan mineral ini sangat dicari untuk industri pupuk. Selama puluhan tahun, harta karun ini dikeruk oleh kekuatan kolonial seperti Inggris, Australia, dan Selandia Baru.

Borong Mobil Mewah Negara Ini Bangkrut
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Setelah meraih kemerdekaan pada tahun 1968, Nauru mengambil alih kendali penuh atas tambang fosfatnya. Produksi yang masif segera melambungkan perekonomian negara ini ke level yang mengejutkan. Pada era 1980-an, Nauru bahkan disebut memiliki pendapatan per kapita yang melampaui banyak negara kaya minyak di Timur Tengah.

Kemakmuran itu membawa serta gaya hidup yang mewah bagi warganya. Pemerintah menyediakan berbagai fasilitas gratis, mulai dari pendidikan, layanan kesehatan, transportasi, hingga surat kabar. Bahkan, biaya perawatan medis di luar negeri, termasuk penerbangan ke Australia, ditanggung sepenuhnya oleh negara.

Namun, di balik gemerlap kekayaan, benih-benih kehancuran mulai tumbuh. Sejumlah pejabat Nauru justru menggunakan dana negara untuk membeli deretan mobil mewah seperti Lamborghini dan Ferrari. Ironisnya, pulau ini hanya memiliki satu jalan utama dengan batas kecepatan yang sangat rendah, sekitar 40 kilometer per jam.

Seorang YouTuber, Ruhi Çenet, dalam videonya tahun 2024, menggambarkan masa keemasan Nauru sebagai "kegilaan konsumsi." Ia menemukan banyak mobil mewah yang kini berkarat dan terbengkalai di pinggir jalan, menjadi saksi bisu akan runtuhnya kejayaan ekonomi yang pernah begitu cemerlang.

Ketika cadangan fosfat mulai menipis di dekade 1990-an, roda ekonomi Nauru pun ikut melambat, lalu ambruk. Pemerintah yang terbiasa hidup dalam gelimang harta tidak siap menghadapi kenyataan pahit bahwa sumber kekayaan utama mereka telah habis.

Dalam upaya putus asa menyelamatkan keuangan negara, Nauru mencoba berbagai cara, termasuk menjadi surga pajak dan menjual lisensi perbankan serta paspor asing. Bahkan, dilaporkan sekitar 55 miliar poundsterling uang mafia Rusia sempat dicuci melalui bank-bank di Nauru dalam kurun waktu satu tahun. Akibatnya, pada tahun 2002, Amerika Serikat memasukkan Nauru ke dalam daftar hitam negara pencucian uang.

Krisis ekonomi yang mendalam memaksa Australia untuk turun tangan memberikan bantuan finansial. Sebagai imbalannya, Nauru bersedia menampung pusat detensi bagi para pencari suaka yang ingin menuju Australia.

Hingga saat ini, kondisi sosial Nauru masih jauh dari kata baik. Federasi Obesitas Dunia mencatat, Nauru memiliki tingkat obesitas tertinggi di dunia, dengan sekitar 70% penduduknya mengalami kelebihan berat badan. Data MacroTrends juga menunjukkan, hampir separuh populasinya adalah perokok aktif.

Dengan populasi yang hanya sekitar 12.000 jiwa dari 12 suku utama, kisah Nauru menjadi peringatan keras. Kekayaan alam yang melimpah tanpa diiringi tata kelola yang bijak dan visi jangka panjang, hanya akan berujung pada keterpurukan dan kehancuran.

Ikuti kami di Google News

Tinggalkan komentar

Related Post