Ekonesia Market – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), bank yang lahir pasca kemerdekaan Indonesia, kini telah berusia 79 tahun. Bank berlogo 46 ini bukan hanya sekadar bank, melainkan saksi bisu sejarah dan tonggak penting dalam pembangunan ekonomi bangsa. Siapa sangka, di balik pendirian bank ini, ada peran R.M. Margono Djojohadikoesoemo, kakek dari Presiden Prabowo Subianto.
Sebagai informasi, BNI saat ini memiliki kapitalisasi pasar mencapai Rp152,87 triliun, menempatkannya sebagai bank nasional terbesar keempat di Indonesia. Mengutip data ekonosia.com, BNI didirikan sebagai bank sentral dengan nama "Bank Negara Indonesia" berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 1946.

Margono, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung, memiliki visi bahwa Indonesia membutuhkan bank sentral yang lahir dari keringat bangsa sendiri, bukan warisan dari bank asing. Pemikiran ini muncul karena sejak zaman kolonial, Indonesia tidak memiliki bank nasional yang benar-benar berpihak pada rakyat Indonesia.
Namun, ide ini sempat mendapat tentangan dari Menteri Kemakmuran Soerachman, yang lebih memilih untuk menghidupkan kembali De Javasche Bank (DJB) buatan Belanda. Soerachman berpendapat bahwa DJB sudah memiliki pengalaman dan tenaga ahli yang mumpuni, sehingga tidak perlu membangun bank baru dari nol.
Perdebatan ini semakin memanas ketika Belanda kembali datang dengan niat menjajah dan menghidupkan kembali DJB sebagai bank sentral. Hal ini tentu saja mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia.
Di tengah situasi yang genting, Margono bergerak cepat untuk merealisasikan gagasannya. Ia mendapat dukungan dari Soekarno dan Hatta untuk mendirikan Bank Negara Indonesia sejak September 1945.
Pada 5 Juli 1946, pemerintah resmi mendirikan BNI sebagai bank sentral. Selain menjalankan fungsi bank sentral, BNI juga diberi wewenang untuk melakukan kegiatan sebagai bank umum.
BNI kemudian menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI) untuk menyaingi uang buatan DJB, yang mengeluarkan uang NICA. Hal ini memicu "perang mata uang" yang semakin memperkeruh suasana.
Meskipun sempat mengalami kesulitan akibat agresi militer Belanda, BNI terus berjuang untuk memajukan perekonomian Indonesia. Pada tahun 1953, pemerintah mengambil alih DJB dan mengubahnya menjadi Bank Indonesia, yang kemudian ditugaskan sebagai bank sentral.
Pada tahun 1968, status BNI sebagai bank sentral resmi dicabut dan diubah menjadi bank umum milik negara. Sejak saat itu, BNI terus berkembang dan menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia.
BNI tidak hanya menjadi bank nasional pertama RI, tetapi juga BUMN pertama yang menjadi perusahaan publik pada tahun 1996. Kini, BNI terus bertransformasi dan berinovasi, termasuk melalui pengembangan super app "wondr by BNI" untuk menjawab kebutuhan layanan keuangan digital.
Tinggalkan komentar