TeraNews Bisnis – Pemerintah menetapkan bioetanol sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, jalan menuju pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) masih terbentur sejumlah tantangan. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengungkapkan tiga hambatan utama yang perlu diatasi pemerintah.
Pertama, ketersediaan bahan baku. Berbeda dengan biodiesel yang memanfaatkan kelapa sawit melimpah, bahan baku bioetanol seperti tebu, jagung, sorgum, dan singkong masih terbatas. Fabby mempertanyakan, "Gula saja masih impor, bagaimana mungkin kita cukupkan bahan baku untuk etanol yang juga membutuhkan molase dalam jumlah besar?" Keterbatasan ini membuat pengembangan bioetanol jauh lebih kompleks dibanding biodiesel B40.

Kedua, proses produksi etanol dengan kualitas fuelgrade (99 persen kemurnian) membutuhkan teknologi dan intervensi pemerintah. Meskipun teknologi ini bukan hal mustahil, Fabby menekankan perlunya dukungan pemerintah untuk memastikan standar kualitas terpenuhi.
Ketiga, persaingan harga. Harga etanol di pasar internasional berpotensi lebih tinggi daripada minyak bumi, karena etanol juga menjadi bahan baku industri dan pangan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan bioetanol sebagai BBN yang kompetitif.
Fabby menegaskan, keseriusan pemerintah dalam mengatasi ketiga tantangan ini sangat krusial untuk keberhasilan program PSN bioetanol. Intervensi pemerintah, khususnya dalam pengadaan bahan baku, menjadi kunci utama untuk membuka jalan menuju pemanfaatan bioetanol sebagai bahan bakar masa depan.
Tinggalkan komentar