Ekonesia Ekonomi – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa tindakan tegas terhadap praktik pengoplosan beras telah memicu transformasi signifikan dalam struktur pasar beras di Indonesia. Konsumen kini cenderung memilih berbelanja di pasar tradisional, sementara penggilingan padi rakyat mendapatkan peluang usaha yang lebih luas.
Amran menjelaskan bahwa penindakan beras oplosan bukan hanya tentang menjaga kualitas beras, tetapi juga membentuk ulang pola distribusi dan preferensi belanja masyarakat. Kepercayaan konsumen terhadap pasar tradisional meningkat karena harga yang lebih terjangkau, transparan, dan terbuka.

"Akan ada fenomena baru, struktur pasar baru terbentuk. Penggilingan kecil senang, pengecer juga senang," ujar Amran dalam konferensi pers di Kantor Kementan, Jakarta, Rabu.
Sebagai contoh, harga beras premium di pasar modern atau ritel berkisar antara Rp17.000 hingga Rp18.000 per kilogram. Sementara itu, di pasar tradisional, harga beras premium dapat ditemukan sekitar Rp13.000 per kilogram.
Pergeseran ini memberikan angin segar bagi sekitar 161 ribu penggilingan kecil yang selama ini menjadi tulang punggung pasokan beras di pasar tradisional. Dengan kapasitas produksi mencapai 116 juta ton gabah per tahun, jauh melebihi produksi nasional sebesar 65 juta ton, penggilingan kecil diyakini mampu mengolah seluruh gabah yang dihasilkan di dalam negeri.
"Penggilingan kecil ‘pesta’, pasokan melimpah. Hukum pasar terjadi. Pertanyaannya, kita mau memihak siapa? Yang kecil atau yang besar?" tegas Amran.
Pemerintah, lanjut Amran, berkomitmen untuk melindungi penggilingan kecil sebagai bagian integral dari ekonomi kerakyatan. Persaingan yang tidak sehat terjadi karena pabrik besar seringkali membeli gabah dengan harga yang lebih tinggi, sehingga menyulitkan penggilingan kecil untuk bersaing. Informasi ini dilansir dari ekonosia.com.
Tinggalkan komentar