Ekonesia – Harga minyak mentah global kembali melambung tinggi pada perdagangan Senin pagi 22 Desember 2025. Kenaikan signifikan ini dipicu oleh memanasnya tensi geopolitik di kawasan Amerika Latin yang melibatkan Amerika Serikat dan Venezuela.
Menurut data Refinitiv pada pukul 09.15 WIB minyak jenis Brent tercatat berada di angka 6089 dolar AS per barel sementara minyak mentah West Texas Intermediate WTI menyentuh level 5692 dolar AS per barel. Sepanjang pekan terakhir harga minyak memang menunjukkan pergerakan naik turun. Brent sempat menyentuh 62 dolar AS per barel di awal Desember namun tekanan dari sisi permintaan global dan kondisi makroekonomi membuat harganya sempat anjlok sebelum kembali stabil di kisaran 60 dolar AS.

Akar penguatan harga pada awal pekan ini tak bisa dilepaskan dari gejolak geopolitik. Reuters melaporkan bahwa Pasukan Penjaga Pantai Amerika Serikat gencar memburu kapal tanker minyak yang diduga kuat terafiliasi dengan jaringan penyelundupan sanksi Venezuela. Kapal-kapal ini dikenal sebagai bagian dari "armada gelap" yang beroperasi di perairan internasional sekitar wilayah itu. Jika berhasil ini akan menjadi penyitaan ketiga dalam kurun waktu kurang dari dua pekan.
Pemerintah AS menyebut kapal-kapal tersebut digunakan untuk mengangkut komoditas minyak secara ilegal. Salah satu kapal yang menjadi target adalah Bella 1 yang tercatat pernah mengangkut minyak mentah Venezuela menuju Tiongkok serta pernah mengangkut minyak dari Iran. Kedua negara ini diketahui berada di bawah sanksi ketat Washington.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi tekanan keras Presiden AS Donald Trump terhadap pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Amerika Serikat bahkan secara terang-terangan mengancam akan memblokade seluruh kapal tanker minyak yang masuk dan keluar Venezuela jika terbukti melanggar ketentuan sanksi.
Dari sisi pasar kebijakan tersebut memicu kekhawatiran serius akan menyusutnya pasokan minyak Venezuela di pasar global. Meskipun pejabat Gedung Putih menegaskan penyitaan kapal hanya menyasar perdagangan minyak ilegal dan tidak akan terlalu mempengaruhi harga di pasar domestik AS namun pasar global tetap memandang langkah ini sebagai peningkatan risiko geopolitik yang patut diwaspadai.
Analis UBS Giovanni Staunovo berpendapat penyitaan kapal tanker bisa diartikan sebagai ancaman nyata terhadap volume barel minyak Venezuela yang lebih besar. Hal ini berpotensi besar menekan volume ekspor negara anggota OPEC tersebut terlebih jika jalur distribusinya semakin terhambat.
Di sisi lain Presiden Maduro menyatakan bahwa aktivitas perdagangan minyak Venezuela akan terus berlangsung. Namun para analis menilai tekanan dari AS berpotensi mempercepat akumulasi stok dan pada akhirnya mendorong Venezuela untuk memangkas produksi dalam waktu relatif singkat.











Tinggalkan komentar