Ekonesia – Kabar kurang sedap menghampiri maskapai AirAsia Indonesia Kerugian perusahaan membengkak hingga Rp985 miliar pada kuartal III 2025 Situasi ini diperparah dengan defisiensi modal yang mencapai Rp104 triliun Angka ini tentu menjadi sorotan tajam di tengah upaya pemulihan sektor penerbangan pasca pandemi
Padahal pendapatan usaha AirAsia sebenarnya mengalami kenaikan menjadi Rp602 triliun Namun sayangnya peningkatan ini tidak mampu menutupi beban operasional yang juga melonjak signifikan Salah satu penyebab utama adalah kerugian akibat selisih kurs yang mencapai Rp1825 miliar Kondisi ini semakin memperburuk kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan

Manajemen AirAsia mengakui volatilitas harga minyak dan nilai tukar mata uang menjadi tantangan utama dalam bisnis penerbangan Namun mereka mengklaim telah memiliki strategi mitigasi untuk mengatasi dampak negatifnya AirAsia tetap optimis terhadap potensi pasar Indonesia yang besar meski jumlah pesawat yang beroperasi masih lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi Mereka bertekad untuk berkontribusi dalam mengatasi kekurangan tersebut dan memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat
Meskipun demikian besarnya kerugian dan defisiensi modal yang dialami AirAsia menimbulkan pertanyaan besar tentang keberlanjutan bisnis perusahaan di masa depan Langkah-langkah strategis dan dukungan finansial yang kuat akan sangat dibutuhkan agar AirAsia dapat keluar dari krisis ini dan kembali bersaing di industri penerbangan yang semakin kompetitif










Tinggalkan komentar