Ekonesia Ekonomi – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) gencar menyuarakan harapan agar pemerintah melanjutkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor benang filamen sintetis asal China. Langkah ini dipandang krusial demi melindungi keberlangsungan industri tekstil nasional yang menaungi ribuan pabrik dan jutaan tenaga kerja.
Ketua APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menegaskan bahwa keputusan untuk tidak melanjutkan BMAD akan berdampak signifikan pada daya saing industri dalam negeri. Ia menyoroti pentingnya keberpihakan kebijakan perdagangan untuk menciptakan ekosistem usaha yang sehat dan berkelanjutan.

APSyFI meyakini bahwa rekomendasi Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) terkait BMAD perlu ditindaklanjuti. Perlindungan yang adil bagi industri nasional, menurut Redma, bukanlah proteksionisme berlebihan, melainkan strategi agar pelaku usaha lokal mampu bersaing secara setara di pasar domestik. Praktik impor dengan harga tak wajar yang disubsidi negara asal berpotensi merusak struktur pasar dan mengganggu keseimbangan ekosistem industri tekstil dari hulu ke hilir.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, APSyFI menekankan kewajiban pemerintah untuk mengambil tindakan anti-dumping jika terdapat produk impor yang dijual di bawah harga normal dan menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri.
APSyFI percaya bahwa keberpihakan terhadap industri nasional merupakan bagian integral dari upaya membangun kemandirian ekonomi dan mewujudkan visi besar hilirisasi manufaktur nasional yang dicanangkan oleh pemerintah. Redma menyoroti efek berantai industri tekstil yang besar, mulai dari penyerapan tenaga kerja, peningkatan konsumsi listrik, hingga kontribusi terhadap pengurangan beban sosial dan fiskal negara.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk tidak memproses lebih lanjut rekomendasi KADI mengenai pengenaan BMAD atas impor benang filamen sintetis tertentu asal China. Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan bahwa keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional secara menyeluruh, serta masukan dari pemangku kepentingan terkait.
Budi menjelaskan bahwa kapasitas produksi nasional belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna dalam negeri. Sebagian besar produsen benang filamen sintetis tertentu memproduksi untuk pemakaian sendiri. Pertimbangan lainnya, sektor hulu industri TPT saat ini telah dikenakan trade remedies, seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 46 Tahun 2023. Selain itu, BMAD untuk produk polyester staple fiber dari India, Tiongkok, dan Taiwan berdasarkan PMK No. 176 Tahun 2022. Jika BMAD atas benang filamen sintetis tertentu tetap diberlakukan, maka akan meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya saing sektor hilir. Demikian laporan ekonosia.com.
Tinggalkan komentar