Ekonesia Ekonomi – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mempercepat realisasi sistem transportasi massal yang inklusif dan terintegrasi di berbagai kota di Indonesia melalui program MASTRAN (Mass Transit). Program ini diharapkan dapat mengubah kebiasaan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menyampaikan bahwa program yang didukung pendanaannya oleh Bank Dunia dan AFD ini sangat krusial. Hal ini disampaikannya saat membuka kegiatan mid term review (MTR) MASTRAN Project di Jakarta, Senin lalu. Medan dan Bandung menjadi lokasi pilot project BRT (Bus Rapid Transit).

Kegiatan MTR ini menjadi momen penting untuk mengevaluasi capaian dan memperkuat sinergi antar pihak terkait. Tujuannya adalah memastikan proyek berjalan efektif dan sesuai rencana. Kemenhub akan mengidentifikasi tantangan dan merumuskan solusi agar proyek tetap berada di jalur yang tepat dan terarah.
Program MASTRAN telah dimulai sejak 2022, namun sempat mengalami penundaan selama tiga tahun akibat berbagai kendala. Pemerintah optimis hambatan tersebut dapat diatasi melalui kolaborasi, sehingga proyek dapat selesai tepat waktu pada tahun 2027.
Sejak pinjaman efektif pada 13 Oktober 2023, MASTRAN Project telah menunjukkan kemajuan signifikan. Di antaranya penandatanganan nota kesepakatan untuk wilayah Mebidang (Medan, Binjai, Deli Serdang) pada 16 Oktober 2023 dan wilayah Cekungan Bandung pada 7 Maret 2024. Langkah ini menjadi fondasi utama untuk menjamin keberlanjutan kerja sama antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Sebagai bagian dari RPJMN, pengembangan sistem transportasi massal serupa akan diperluas ke tujuh kota lainnya setelah proyek yang sedang berjalan ini berhasil diselesaikan.
Pengembangan sistem BRT dalam proyek MASTRAN mencakup wilayah Mebidang dan Cekungan Bandung. Di Mebidang, akan tersedia 527 unit bus dengan 21 km dedicated lane, 32 stasiun BRT, dan 448 bus stop. Sementara di Cekungan Bandung, sistem akan dilengkapi 579 unit bus, 21 km jalur khusus, 34 stasiun BRT, serta 768 bus stop di luar koridor utama.
Direktur Angkutan Jalan Ditjen Hubdat, Muiz Thohir, menambahkan bahwa pihaknya berkomitmen memperkuat koordinasi dengan semua stakeholder. Upaya percepatan penyelesaian proyek difokuskan pada penyelesaian detail engineering design (DED), proses tender, dan pelaksanaan konstruksi di Bandung dan Medan.
Ditjen Hubdat juga memfasilitasi skema pembiayaan alternatif seperti KPBU dan cost-sharing APBN-APBD untuk pengadaan armada bus, seperti yang dilansir Ekonesia Ekonomi – .
Tinggalkan komentar