Ekonesia Market – Wall Street dibuka dengan arah yang berbeda-beda setelah dimulainya kembali perundingan dagang antara Amerika Serikat dan China. Kondisi ini memicu volatilitas di pasar saham. Pada awal perdagangan, Dow Jones mengalami penurunan sebesar 0,21%, berada di level 42.674,59. Sementara itu, S&P 500 justru mencatatkan kenaikan tipis sebesar 0,07% ke level 6.004,60, dan Nasdaq menguat 0,33% mencapai 19.594,02.
Pergerakan indeks utama yang tidak seragam ini mencerminkan kehati-hatian investor yang mencermati perkembangan negosiasi AS-China. Pembicaraan ini bertujuan untuk memperbaiki hubungan dagang yang tegang, yang telah mempengaruhi pasar keuangan global selama beberapa waktu terakhir.

Para pejabat tinggi dari kedua negara bertemu di Lancaster House, London, untuk membahas perbedaan pendapat terkait kesepakatan perdagangan fase pertama yang sempat meredakan ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut. Pertemuan ini berlangsung beberapa hari setelah percakapan telepon antara Presiden AS dan pemimpin China, yang merupakan interaksi langsung pertama mereka sejak pelantikan Presiden AS.
Meskipun demikian, isu-isu krusial masih belum terselesaikan. Peter Andersen, pendiri Andersen Capital Management, menyatakan bahwa dibutuhkan waktu untuk melihat kemajuan nyata dari perundingan ini. Namun, sebagian besar investor tetap berharap akan ada hasil positif yang dapat dicapai.
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, mengungkapkan bahwa negosiator perdagangan AS berupaya mencapai kesepakatan di London terkait ekspor mineral tanah jarang dan magnet dari China ke Amerika Serikat. Harapan akan adanya kesepakatan dagang yang lebih luas antara AS dan mitra dagangnya, serta data pendapatan yang optimis dan inflasi yang terkendali, turut mempengaruhi sentimen pasar.
Data ekonomi penting yang dirilis minggu ini termasuk data harga konsumen dan klaim pengangguran. Sementara The Federal Reserve diperkirakan akan mempertahankan suku bunga stabil, perhatian investor tertuju pada tanda-tanda kenaikan inflasi akibat tarif yang berpotensi meningkatkan tekanan harga.
Disclaimer: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Tinggalkan komentar