Ekonesia Ekonomi – Diskursus hilirisasi selama ini seringkali terbatas pada kebijakan industri dan ekspor mineral mentah. Namun, Universitas Tadulako (Untad) di Palu mengambil langkah progresif dengan meluncurkan kelas hilirisasi, menandai pergeseran paradigma dari wacana abstrak menjadi aksi nyata.
Inisiatif ini merupakan respons langsung terhadap kebutuhan dunia kerja dan upaya sinkronisasi antara pendidikan dan industri. Rektor Untad, Prof. Dr. Ir. Amar, ST., MT., IPU., ASEAN Eng., menjelaskan bahwa kelas ini merupakan hasil kolaborasi dengan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), menciptakan ruang kolaborasi nyata antara kampus dan industri strategis nasional.

Upaya ini membuktikan bahwa universitas dapat menjadi aktor strategis dalam mewujudkan visi besar bangsa. Di era industri yang terus berevolusi, sistem pendidikan harus didesain ulang agar selaras dengan kebutuhan lapangan. Kelas hilirisasi hadir sebagai ruang belajar baru yang mempersiapkan mahasiswa untuk menjawab tantangan dunia kerja dan memberikan kontribusi nyata bagi bangsa.
Model yang ditawarkan kelas hilirisasi bukan sekadar inovasi administratif, melainkan transformasi mendasar dalam paradigma pendidikan vokasi. Mahasiswa mendapatkan pembiayaan penuh UKT dari mitra industri, pelibatan langsung industri dalam perancangan kurikulum, dan kunjungan lapangan sebagai bagian dari orientasi. Praktisi industri juga turut menjadi dosen pengampu, mengintegrasikan pengetahuan akademik dan keterampilan praktis.
Inilah wujud hilirisasi pengetahuan, di mana ilmu tidak hanya berhenti di jurnal, tetapi menjadi narasi yang hidup di lantai pabrik dan ruang perancangan teknologi. Upaya ini memanusiakan hilirisasi, dari kebijakan makro menjadi praktis mikro yang dirasakan langsung manfaatnya oleh mahasiswa dan masyarakat.
Konteks wilayah juga menambah kedalaman makna. Program ini lahir di Palu, Sulawesi Tengah, bukan di pusat kekuasaan atau industri tradisional di Pulau Jawa, memberikan pesan kuat bahwa transformasi pendidikan tidak harus selalu berpusat. Daerah-daerah di kawasan timur Indonesia dengan potensi sumber daya alam besar dan kebutuhan tenaga terampil tinggi menjadi lahan subur untuk eksperimen sosial semacam ini.
Sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto, hilirisasi tidak boleh hanya terbatas pada material tambang dan sumber daya alam. Hilirisasi harus menyentuh kualitas sumber daya manusia, karakter, dan daya saing kebangsaan. Mahasiswa yang ditempa dalam kelas hilirisasi akan menjadi pemikir yang berorientasi pada solusi dan inovator yang berakar kuat pada nilai-nilai kebangsaan.
Hilirisasi tanpa manusia yang siap hanya akan menghasilkan ketimpangan baru. Oleh karena itu, menyiapkan manusianya adalah prasyarat mutlak. Apa yang dilakukan Untad adalah perwujudan ide kampus berdampak, yang tidak hanya mencetak ijazah, tetapi juga menggerakkan perubahan sosial dan ekonomi.
Kelas hilirisasi adalah salah satu pintu masuk, yang menunjukkan bahwa kolaborasi konkret antara kampus dan dunia kerja bukan hanya mungkin, tetapi juga perlu. Dari kelas kecil di Sulawesi Tengah, Indonesia dapat membayangkan masa depan besar yang lebih terintegrasi, manusiawi, dan menjanjikan. Sebab, hilirisasi yang paling berdampak adalah hilirisasi pengetahuan yang membentuk manusia dan mengubah kehidupan. Artikel ini ditulis ulang dari berita ekonosia.com.
Tinggalkan komentar