TeraNews Bisnis – Reforma agraria, program vital yang diamanatkan pemerintah melalui PP Nomor 64 Tahun 2021, menjadi tanggung jawab Badan Bank Tanah. Lembaga ini diwajibkan menyediakan minimal 30 persen lahan untuk program tersebut. Namun, realisasinya tak semulus rencana. Meskipun Badan Bank Tanah telah menyiapkan ribuan hektar lahan di berbagai daerah—1.873 hektar di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur; 203 hektar di Cianjur, Jawa Barat; dan 1.550 hektar di Poso, Sulawesi Tengah—tantangan implementasi masih membayangi.
Di PPU, sekitar 400 hektar lahan di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Badan Bank Tanah telah disiapkan untuk tahap pertama reforma agraria. Wilayah ini diprioritaskan karena banyaknya warga terdampak pembangunan Bandara IKN dan jalan tol IKN seksi 5B. Ironisnya, kesiapan lahan ini tak serta merta menjamin kelancaran program. Koordinasi dan komunikasi yang kurang optimal menjadi kendala utama.

Ketidakpuasan masyarakat pun memuncak. Pada Senin, 3 Februari 2025, puluhan warga terdampak pembangunan Bandara IKN menggelar aksi unjuk rasa di kantor Badan Bank Tanah PPU, menuntut kejelasan terkait hak atas tanah mereka. Hal ini menunjukkan celah komunikasi yang perlu segera diperbaiki.
Kepala Badan Bank Tanah, Parman Nataatmadja, mengakui bahwa Badan Bank Tanah bertanggung jawab menyiapkan lahan, namun proses selanjutnya, seperti penyerahan tanah, menjadi tanggung jawab pihak lain, termasuk GTRA, Kementerian ATR/BPN, dan Forkopimda. Ia menambahkan bahwa Badan Bank Tanah telah berinvestasi membangun infrastruktur dasar, seperti jalan, agar lahan dapat segera dimanfaatkan. Namun, aksi demonstrasi tersebut menjadi bukti nyata bahwa komitmen tersebut masih perlu dibarengi dengan langkah-langkah konkrit dan transparansi yang lebih baik agar janji kesejahteraan masyarakat melalui reforma agraria benar-benar terwujud.
Tinggalkan komentar