Ekonesia – Harga minyak dunia kembali menunjukkan taringnya, melaju naik pada perdagangan Kamis 18 Desember 2025 pagi. Kenaikan ini terjadi di tengah bayang-bayang tren penurunan yang telah mendominasi pasar sejak awal bulan. Data Refinitiv pukul 09.40 WIB menunjukkan minyak Brent diperdagangkan di level 5992 dolar AS per barel, sementara West Texas Intermediate WTI mencapai 5621 dolar AS per barel. Angka ini menandai upaya pemulihan setelah mengalami koreksi mendalam dalam beberapa sesi terakhir, dengan Brent sedikit menguat dari 5968 dolar AS dan WTI dari 5594 dolar AS pada hari sebelumnya.
Meski demikian, penguatan sesaat ini belum cukup untuk membalikkan arah tren negatif yang terbentuk sejak harga minyak menyentuh angka di atas 63 dolar AS per barel pada awal Desember. Jika ditarik lebih jauh, harga Brent telah anjlok sekitar 57 persen dari posisinya pada 5 Desember 2025 yang masih bertengger di kisaran 6375 dolar AS per barel. WTI bahkan mengalami koreksi lebih parah, merosot hampir 65 persen dari level 6008 dolar AS pada periode yang sama. Statistik ini menegaskan bahwa pasar masih berada di bawah tekanan fundamental, meskipun sesekali muncul pemulihan teknis jangka pendek.

Faktor geopolitik kembali menjadi pendorong utama pergerakan harga hari ini. Pasar merespons peningkatan friksi terkait Venezuela setelah Amerika Serikat mengumumkan langkah pembatasan terhadap kapal tanker minyak yang berlayar masuk dan keluar dari negara tersebut. Kebijakan ini segera memicu kecemasan akan terganggunya suplai, meskipun detail implementasinya masih belum sepenuhnya gamblang.
Secara fundamental, peran Venezuela dalam pasokan minyak global terbilang minim, hanya sekitar 1 persen. Namun, langkah tegas AS tersebut cukup untuk memprovokasi aksi beli kembali di pasar yang sebelumnya sudah jenuh jual. Reaksi ini lebih bersifat psikologis dan teknis, ketimbang perubahan nyata pada keseimbangan pasokan global. Di sisi lain, dampak kebijakan ini dianggap tidak signifikan karena sebagian besar minyak Venezuela diekspor ke Tiongkok. Permintaan yang lesu di pasar Asia serta penumpukan cadangan minyak di penyimpanan terapung membuat efek gangguan pasokan belum terasa signifikan, khususnya bagi importir besar di kawasan tersebut.
Tekanan utama pasar minyak saat ini masih berasal dari sisi makroekonomi. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, prospek permintaan energi yang suram, serta harapan akan kemajuan dialog geopolitik lainnya, termasuk peluang pelonggaran sanksi bagi Rusia, membuat kenaikan harga cenderung rapuh dan mudah goyah. Setiap kali harga mencoba menguat, tekanan penjualan kembali mendominasi, menandakan bahwa investor tetap waspada dan enggan mengambil posisi beli jangka menengah.
Dari perspektif industri, perusahaan minyak raksasa dunia juga mulai mengalihkan fokus kembali ke bisnis inti minyak dan gas, seiring evaluasi terhadap strategi energi hijau yang dinilai belum membuahkan hasil maksimal. Langkah ini mengukuhkan pandangan bahwa suplai jangka panjang cukup terjamin, sehingga membatasi ruang lonjakan harga yang signifikan.











Tinggalkan komentar