Ekonesia – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sinyal positif terkait rencana Bank Indonesia (BI) untuk menerbitkan stablecoin versi Rupiah. Kolaborasi erat antara kedua lembaga ini dipastikan akan terjalin sejak tahap awal pengembangan Rupiah digital.
Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan OJK, menyatakan bahwa Rupiah digital diharapkan menjadi alat pembayaran sah di masa depan. OJK akan aktif terlibat dalam proses "sandboxing" atau uji coba yang dilakukan oleh BI.

Proyek Rupiah digital saat ini memasuki fase kedua, setelah sebelumnya merampungkan penyusunan blueprint. Tahap selanjutnya adalah simulasi nyata dalam lingkungan sandbox. Belum ada target waktu pasti kapan stablecoin dan Rupiah digital ini akan diluncurkan.
Selain Rupiah digital, OJK juga mengumumkan keberhasilan dua proyek tokenisasi yang telah lulus dari sandbox, yaitu tokenisasi emas dan Surat Berharga Negara (SBN). Tokenisasi ini membuka peluang investasi yang lebih inklusif bagi masyarakat.
Dengan tokenisasi SBN, investor dapat membeli SBN denominasi valuta asing mulai dari US$100 per token. Sebelumnya, pembelian SBN valuta asing membutuhkan minimal US$200 ribu, sehingga membatasi akses investor ritel.
Tokenisasi emas juga menawarkan keuntungan dengan menekan biaya penyimpanan. Emas fisik disimpan di lembaga berizin, sementara masyarakat dapat memperdagangkan tokennya di pasar sekunder dan menebus emas fisik hanya jika diperlukan.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, sebelumnya menegaskan komitmen BI untuk merilis sekuritas digital bank sentral sebagai turunan dari Rupiah digital dengan underlying SBN. BI akan fokus mengembangkan tiga pilar keuangan digital: perluasan akseptasi dan inovasi, penguatan struktur industri, dan menjaga stabilitas industri.
Stablecoin sendiri adalah aset digital yang nilainya dipatok ke mata uang fiat, seperti dolar AS, sehingga harganya cenderung stabil dan tidak berfluktuasi liar seperti Bitcoin.









Tinggalkan komentar