Ekonesia Ekonomi – Kabar gembira menyelimuti para petani padi di Cirebon, Jawa Barat, setelah pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp6.500 per kilogram. Kebijakan ini disambut dengan suka cita, bagaikan oase di tengah gurun pasir, setelah bertahun-tahun mereka berjuang dengan harga jual yang tidak menentu dan kerap dipermainkan oleh tengkulak.
Rojai (50), seorang petani asal Desa Tegalkarang, Palimanan, Cirebon, menjadi salah satu saksi bisu pahitnya kehidupan petani kecil. Ia bercerita, pernah mengalami masa-masa sulit ketika harga gabah anjlok hingga Rp3.700 per kilogram. Kondisi diperparah saat musim kemarau, di mana ia terpaksa menjual hasil panen dengan harga murah kepada tengkulak karena tidak memiliki tempat pengeringan yang memadai.

"Dulu hampir nyerah, mau nangis rasanya. Makanya banyak orang tua yang tidak mau anaknya jadi petani," ungkap Rojai, mengenang masa-masa sulit tersebut.
Namun, harapan baru kini merekah di wajahnya. Kehadiran Bulog dengan kepastian harga Rp6.500 per kilogram memberikan angin segar. Rojai tidak lagi khawatir saat panen tiba. Ia tak perlu lagi berdebar menanti tawar-menawar harga yang merugikan.
Dengan HPP yang baru, Rojai memperkirakan hasil panen dari tiga hektare lahannya dapat mencapai Rp40 juta per hektare, dengan biaya produksi sekitar separuhnya. Sebuah angka yang cukup menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Kebijakan HPP ini diharapkan tidak hanya memberikan keuntungan bagi petani, tetapi juga memutus rantai jerat tengkulak, menjaga stabilitas stok beras nasional, dan memperkuat langkah Indonesia menuju swasembada pangan yang berkelanjutan. ekonosia.com mencatat, antusiasme petani untuk menjual gabah ke Bulog juga meningkat signifikan setelah penetapan HPP ini.
Tinggalkan komentar