Ekonesia Ekonomi – Harapan kesepakatan tarif antara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) menjadi angin segar bagi nilai tukar rupiah. Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyebutkan potensi penguatan rupiah seiring sentimen positif ini.
Namun, penguatan ini diperkirakan terbatas. Investor kini menanti sikap "hawkish" dari The Federal Reserve (The Fed) dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pekan ini. Pernyataan "hawkish" mengindikasikan kecenderungan The Fed untuk mempertahankan suku bunga tinggi dalam mengatasi inflasi.

Kesepakatan AS-UE mencakup penghapusan tarif untuk produk strategis, termasuk pesawat, komponennya, bahan baku penting, bahan kimia, obat generik, peralatan semikonduktor, produk pertanian, hingga sumber daya alam. UE juga akan meningkatkan impor gas alam cair, minyak bumi, dan bahan bakar nuklir dari AS.
Di sisi lain, The Fed diperkirakan tidak akan memangkas suku bunga. Gubernur Bank Sentral AS diprediksi akan mengeluarkan pernyataan "hawkish" terkait inflasi. Data ekonomi AS seperti Nonfarm Payrolls (NFP), inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE), dan PDB kuartal II yang kuat juga akan mendukung penguatan dolar AS.
Dengan faktor-faktor tersebut, Lukman memprediksi nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.250-Rp16.400 per dolar AS. Pada pembukaan perdagangan Senin pagi di Jakarta, rupiah melemah 9 poin menjadi Rp16.329 per dolar AS. Sebelumnya, rupiah berada di posisi Rp16.320 per dolar AS. Informasi ini dihimpun dari ekonosia.com.
Tinggalkan komentar