Ekonesia Ekonomi – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Ahmad M Ramli, menegaskan bahwa transfer data pribadi tidak sama dengan menyerahkan pengelolaan data seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) kepada Pemerintah Amerika Serikat (AS). Menurutnya, praktik ini adalah hal yang wajar dan tak terhindarkan dalam era transaksi bisnis internasional yang serba digital.
Ramli menjelaskan bahwa transfer data pribadi lintas negara sudah menjadi mekanisme yang umum dilakukan sejak lama. "Hal yang harus dipahami adalah transfer data pribadi tak berarti kita mengalihkan pengelolaan seluruh data pribadi WNI kepada Pemerintah AS," ujarnya di Jakarta, Sabtu.

Ia mencontohkan, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang melakukan transfer data ke AS. Negara-negara Uni Eropa, yang dikenal memiliki regulasi perlindungan data pribadi yang ketat, juga telah menjalin kesepakatan terkait data pribadi dengan Pemerintah AS.
Berkaca pada Uni Eropa, mereka telah menjalin kemitraan dengan AS dalam transaksi perdagangan senilai 7,1 triliun dolar AS. Komisi Eropa bahkan telah mengadopsi EU-US Data Privacy Framework (DPF) yang berlaku sejak 10 Juli 2023.
Kerja sama antara Indonesia dan AS juga secara eksplisit menyebutkan "move personal data out" dalam Fact Sheet Gedung Putih berjudul "The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal". Dalam dokumen tersebut, tertulis jelas mengenai langkah-langkah untuk menghapus hambatan perdagangan digital antara kedua negara.
Ramli menilai, poin pentingnya adalah Indonesia akan mempermudah transfer data pribadi ke AS dengan mengakui AS sebagai negara yang memiliki perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia. Hal ini mengacu pada mekanisme transfer data pribadi lintas negara secara kasus per kasus, untuk memastikan aliran data tetap sah dan terlindungi di era ekonomi digital.
Ia juga memberikan contoh sederhana, seperti seseorang yang terbang dari Jakarta ke New York, secara otomatis akan terjadi transfer data pribadi yang melibatkan berbagai pihak, bahkan mungkin lebih dari satu negara. Begitu pula dengan jutaan pengguna internet di Indonesia yang telah memberikan data pribadi mereka ke berbagai platform digital global seperti email, Zoom, Youtube, WhatsApp, ChatGPT, dan Google Maps.
Ramli menegaskan bahwa transfer data pribadi adalah sebuah keniscayaan di era digital ini. Tanpa proses ini, layanan dan transaksi digital tidak akan berjalan.
"Dengan kesepakatan RI-AS ini maka pekerjaan rumah besarnya adalah bagaimana negara melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi dan menegakkan kepatuhan UU PDP. Tujuannya agar transfer data ke mana pun di dunia, tetap dilakukan secara akuntabel dan patuh hukum," tegasnya.
Pemerintah, lanjut Ramli, memiliki tugas besar untuk mengawasi praktik transfer data pribadi ke berbagai negara agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
"Dalam kaitan ini, Lembaga Pelindungan Data Pribadi berperan sangat strategis untuk menjalankan ketentuan UU PDP secara optimal. Pemerintah sebaiknya tak menunda lagi terbentuknya Lembaga PDP ini," pungkas Ramli.
Tinggalkan komentar