Ekonesia Ekonomi – Bank Mandiri dan Ceria Nugraha Indotama (Ceria Corp) mempererat kolaborasi strategis dengan melakukan ekspor perdana feronikel rendah karbon (Low-Carbon Ferronickel/FeNi) dari smelter "Merah Putih" di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pengiriman awal ini mencakup 10 kontainer dari total 65 kontainer yang ditujukan untuk pasar Asia.
Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, menyatakan bahwa langkah ini adalah bukti nyata komitmen Bank Mandiri dalam mendukung program hilirisasi mineral nasional dan transisi energi. Menurutnya, sektor keuangan berperan lebih dari sekadar penyedia dana, melainkan mitra strategis untuk mempercepat pertumbuhan industri bernilai tambah.

"Sinergi dengan Ceria adalah contoh konkret bagaimana akselerasi ekonomi terwujud melalui kolaborasi perbankan dan industri dalam negeri," ujar Darmawan, seperti dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (15/6/2024).
Proyek ekspor ini berasal dari fasilitas pengolahan nikel Smelter Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) Line I milik Ceria, yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Objek Vital Nasional (Obvitnas). Smelter ini menghasilkan Green Nickel dengan kapasitas 72 MVA, menghasilkan 63.200 ton feronikel (kadar 22%) atau setara 13.900 ton logam nikel per tahun.
Feronikel yang diekspor telah memenuhi standar keberlanjutan, dibuktikan dengan Renewable Energy Certificate (REC) dari PT PLN (Persero). Seluruh rantai produksi proyek ini menggunakan energi bersih.
CEO Ceria Corp, Derian Sakmiwata, menambahkan bahwa dukungan perbankan nasional sebagai mitra pembiayaan memberikan motivasi untuk menjaga pembangunan industri berkelanjutan. Ceria juga berencana mengembangkan Smelter RKEF Line II dan fasilitas High-Pressure Acid Leaching (HPAL) Line I.
Proyek ini bertujuan memperkuat peran Indonesia dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik (EV). Target jangka panjang Ceria adalah meningkatkan kapasitas produksi menjadi 252.800 ton feronikel per tahun (setara 55.600 ton logam nikel) dari 4 jalur smelter RKEF, dan 293.200 ton MHP dari 2 fase pabrik HPAL (mengandung 110.940 ton logam nikel dan 11.400 ton logam cobalt).
"Dengan dukungan berkelanjutan dari sektor keuangan nasional, kami yakin Indonesia akan berperan sentral dalam industri baterai global. Sinergi ini adalah pilar utama kemajuan sektor energi baru terbarukan dan hilirisasi," kata Derian. Informasi ini dilansir dari Ekonesia Ekonomi – ekonosia.com pada Sabtu, 15 Juni 2024.
Tinggalkan komentar